Manfaat IPO bagi perseroan antara lain sebagai sumber pendanaan, memberi keunggulan kompetitif, meningkatkan citra dan nilai perseroan sekaligus memperoleh insentif perpajakan.

Aktivitas initial public offering (IPO) merupakan kegiatan penting bagi perusahaan. Melalui IPO perusahaan dapat meningkatkan modalnya dengan menghimpun dana publik. Terdapat perubahan sifat PT dari tertutup menjadi terbuka sehingga harus mematuhi ketentuan hukum yang diatur oleh perundang-undangan dan aturan pelaksananya.
Perubahan tersebut menimbulkan berbagai konsekuensi bagi perusahaan seperti penerapan Good Corporate Government (GCG) hingga kewajiban pelaporan pada publik selaku investor dan regulator. Dasar hukum pelaksanaan IPO terdapat pada Undang Undang Nomor 8 Tahun1995 tentang Pasar Modal dan aturan pelaksananya tertuang pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) dan Peraturan Bursa Efek Indonesia (BEI).
Melihat pentingnya persoalan tersebut, Hukumonline bersama William & Hendrik Attorneys and Counselors at Law menyelenggarakan webinar “Pendekatan Hukum dan Strategi dalam Persiapan dan Prosedur IPO di Indonesia” pada Kamis (23/9). Dalam kegiatan ini, materi disampaikan Hendrik Silalahi selaku Managing Partner, Kanya Hasibuan, selaku Senior Associate dan Rudy Kusmanto selaku Senior Counsel dari William & Hendrik Attorneys and Counselors at Law.
Rudy Kusmanto menyampaikan sebelum melaksanakan IPO perusahaan harus melakukan persiapan internal. Perusahaan harus memastikan ketersediaan dokumen-dokumen hukum, dokumen-dokumen keuangan termasuk juga bukti kepemilikan atas aset perseroan, dan perizinan-perizinan yang telah lengkap, masih berlaku, dan telah dibuat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Perusahaan juga harus memastikan kesiapan Perseroan terhadap penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik (Good Corporate Governance) secara konsisten,” katanya. (Baca: Keniscayaan Perusahaan Start Up Terjun di Lantai Bursa)
Kemudian, perusahaan menunjuk pihak-pihak yang membantu pelaksanaan IPO, antara lain penjamin emisi efek dan profesi penunjang seperti konsultan hukum, notaris, Kantor Akuntan Publik, Kantor Jasa Penilai Publik. Perusahaan juga menunjuk lembaga penunjang seperti Biro Administrasi Efek (BAE) untuk efek bersifat saham.
“Setelah penunjukan, berdasarkan diskusi dengan penjamin pelaksana efek dan/atau IPO advisor jika ada, perseroan dapat mulai merancang struktur IPO,” ujarnya.
Rudy menjelaskan manfaat IPO bagi perseroan antara lain sebagai sumber pendanaan, memberi keunggulan kompetitif, meningkatkan citra dan nilai perseroan sekaligus memperoleh insentif perpajakan. Sementara itu, konsekuensi IPO yaitu disyaratkan akuntabilitas dan keterbukaan khususnya kepada publik, kewajiban pemenuhan peraturan-peraturan OJK dan BEI, dan potensi sanksi jika tidak dipenuhi kewajiban serta pemenuhan GCG (Good Corporate Governance) sebagai perusahaan publik.
Aspek-aspek hukum yang jadi perhatian antara lain anggaran dasar, riwayat struktur permodalan dan susunan pemegang saham, penyetoran modal sesuai dengan ketentuan dalam UUPT, susunan dan komposisi direksi dan dewan komisaris, perizinan berusaha, perpajakan, pemenuhan kewajiban perpajakan. Aspek-aspek hukum lainnya yaitu ketenagakerjaan, harta kekayaan perseroan, perjanjian kredit, perjanjian dengan pihak ketiga yang bersifat material dan keterlibatan perkara.
Perseroan juga memerlukan tindakan-tindakan restrukturisasi jika dibutuhkan dalam rangka atau ebelum IPO agar prosesnya lebih efisien dan optimal. Misalnya, perubahan struktur permodalan, termasuk, perubahan nilai nominal saham (reverse stock atau stock split), pemanfaatan R/E (Retained Earning), perubahan komposisi kepemilikan saham dan restrukturisasi kepemilikan saham dalam group perusahaan yang akan dilibatkan dalam IPO dan Perubahan/pengalihan kepemilikan atas aset tertentu.
Sedangkan Kanya Hasibuan menjelaskan tahapan-tahapan IPO sejak dikeluarkannya pernyataan efektif hingga pencatatan efek atau listing pada Bursa Efek Indonesia. Kemudian, dia juga mengatakan terdapat kebijakan stimulus dan relaksasi IPO saat pandemi. Ketentuan tersebut tercantum pada POJK 7/POJK.04/2021 tentang Kebijakan Dalam Menjaga Kinerja dan Stabilitas Pasar Modal Akibat Penyebaran Corona Virus Disease 2019 dan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor: 20/SEOJK.04/2021 tentang Kebijakan Stimulus dan Relaksasi Ketentuan Terkait Emiten dan Perusahaan Publik Dalam Menjaga Kinerja dan Stabilitas Pasar Modal Akibat Penyebaran Corona Virus Disease 2019.
Bentuk stimulus antara lain perpanjangan jangka waktu berlakunya laporan keuangan. Ketentuan mengenai jangka waktu laporan keuangan diperpanjang dari semula paling lama 6 (enam) bulan menjadi paling lama 8 (delapan) bulan. Dalam hal jangka waktu laporan keuangan yang dipergunakan dalam rangka Penawaran Umum lebih dari 6 (enam) bulan, dalam prospektus harus ditambahkan pengungkapan ikhtisar data keuangan terkini.
“Perpanjangan Jangka Waktu Berlakunya Laporan Penilai Ketentuan mengenai jangka waktu laporan yang dikeluarkan oleh penilai diperpanjang dari semula paling lama 6 (enam) bulan menjadi paling lama 8 (delapan) bulan,” katanya.
Selain itu, terdapat perpanjangan masa penawaran awal diperpanjang dari semula 21 (dua puluh satu) hari kerja menjadi 42 (empat puluh dua) hari kerja setelah pengumuman prospektus ringkas dan/atau setelah OJK menyatakan bahwa Emiten sudah dapat melakukan penawaran awal dan/atau menyebarkan informasi yang berkaitan dengan Penawaran Umum.
Terdapat juga perpanjangan Batas waktu penyampaian laporan berkala untuk laporan keuangan tahunan dan laporan tahunan diperpanjang selama 2 (dua) bulan, laporan keuangan tengah tahunan diperpanjang selama 1 (satu) bulan dan laporan hasil evaluasi Komite Audit terhadap pelaksanaan pemberian jasa audit atas keuangan historis tahunan diperpanjang selama 2 (dua) bulan.
Sementara itu, Hendrik Silalahi menyampaikan pentingnya mitigasi risiko permasalahan dalam IPO. Untuk mengurangi risiko dalam proses IPO hal yang perlu dilakukan perseroan, antara lain restrukturisasi saat pre-IPO telah dilaksanakan dengan baik. Kemudian, setoran modal telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam UUPT.
Perseroan juga harus memastikan bahwa seluruh aset perseroan telah terdaftar secara sah atas nama perseroan. Perseroan harus memastikan bahwa seluruh perizinan usaha Perseroan telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku sesuai bidang usahanya. “Kemudian juga harus mendapat persetujuan yang diperlukan sehubungan dengan rencana Perseroan melakukan IPO baik dari kreditur maupun instansi terkait jika ada,” ujarnya.